Beranda | Artikel
Hukum Mendoakan Non-Muslim (Bag. 2)
Sabtu, 26 Desember 2020

Pada artikel ini melanjutkan pembahasan sebelumnya pada artikel Hukum Mendoakan Non-Muslim (Bag. 1).

Pada pembahasan sebelumnya hukum mendoakan non-muslim terbagi menjadi 4 kondisi. Kondisi pertama telah kami jelaskan tentang hukum mendoakan ampunan dan rahmat bagi non-muslim. Pembahasan terkait doa ampunan dan rahmat bagi non-muslim dibagi menjadi dua kondisi, yaitu: ketika sudah meninggal dan ketika masih hidup.

Pada artikel ini kami akan menjelaskan tiga kondisi berikutnya, yaitu: mendoakan petunjuk, mendoakan keburukan, dan mendoakan agar memperoleh kebaikan. Berikut ini penjelasannya.

Kondisi kedua: mendoakan petunjuk

Pada dasarnya boleh mendoakan non-muslim agar mendapatkan petunjuk. Lebih ditekankan dan diutamakan apabila non-muslim itu tidak memusuhi dan menyakiti kaum muslimin, karena mendoakannya adalah bentuk upaya agar ia terbebas dari api neraka dan masuk dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, dimana hal itu merupakan puncak tujuan dan harapan seorang muslim. Semangat itulah yang dipraktikkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika membesuk seorang anak Yahudi yang sakit dan tengah menghadapi sakaratul maut. Beliau menalqinkan kalimat syahadat agar ia masuk Islam dan terbebas dari neraka (Lihat HR. al-Bukhari no. 1356).

Di antara dalil yang membolehkan mendoakan petunjuk bagi non-muslim adalah:

Pertama, hadis Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kabilah Daus yang durhaka,

اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ

“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Daus dan datangkanlah mereka” (HR. al-Bukhari no. 2937).

Tanda kedalaman fikih al-Bukhari, menjadikan bab yang memuat hadis ini berjudul “Bab Mendoakan Kebaikan bagi Pelaku Kesyirikan”.

Kedua, hadis Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan ibu Abu Hurairah dengan doa beliau,

اللهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ

“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibu Abu Hurairah” (HR. Muslim no. 4546).

Saat itu ibu Abu Hurairah masih musyrik, bahkan ia menyakiti Abu Hurairah dan mencaci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika diajak memeluk Islam.

Ketiga, hadis Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu, dimana beliau mendoakan kabilah Tsaqif agar mendapatkan petunjuk,

اللهم اهد ثقيفا

”Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Tsaqif” (HR. Ahmad 23/50, at-Tirmidzi no. 3942).

Saat itu kabilah Tsaqif memerangi Islam, namun tetap didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keempat, hadis Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallalllahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa,

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ

“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu di antara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar ibn al-Khaththab” (HR. Ahmad 9/222, at-Tirmidzi no. 3681).

Abu Jahal dan Umar ibn al-Khathab adalah dua pribadi yang getol menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Ainiy menjelaskan,

لا شك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رحمة للعالمين، ومع هذا كان يحب دخول الناس في الإسلام، فكان لا يعجل بالدعاء عليهم ما دام يطمع في إجابتهم إلى الإسلام، بل كان يدعو لمن يرجو منه الإنابة

“Jelas keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri adalah rahmat bagi semesta alam. Meski demikian beliau tetap ingin manusia memeluk agama Islam. Beliau tidak mendoakan kebinasaan bagi mereka selama beliau melihat mereka berpotensi menerima Islam, bahkan beliau mendoakan kebaikan bagi orang yang diharapkan kembali pada Islam” (Umdah al-Qaariy 14/208).

Baca Juga: Kisah Mendakwahi Ibu Non Muslim

Kondisi ketiga: mendoakan keburukan

Umumnya doa keburukan bagi non-muslim dipanjatkan ketika mereka menyakiti dan memerangi kaum muslimin, atau melakukan pelecehan terhadap ajaran dan syiar agama Islam. Di saat itulah kebinasaan didoakan agar tertimpa kepada mereka sehingga keburukan mereka dapat berhenti. An-Nawawi mengatakan,

وقد أخبرَ الله سبحانه وتعالى في مواضع كثيرة معلومة من القرآن عن الأنبياء صلواتُ الله وسلامُه عليهم بدعائهم على الكفّار

“Allah Subhanahu wa ta’ala telah menginformasikan di sejumlah tempat secara jelas dalam Al-Quran bahwa para nabi shalawatullah wa salaamuh ‘alaihim mendoakan kebinasaan bagi orang-orang non-muslim” (al-Adzkaar hlm. 305).

Al-Bukhari juga membuat judul bab “Mendoakan Keburukan bagi Non-Muslim” dalam kitab Shahih al-Bukhari dan memaparkan sejumlah hadis yang menunjukkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebinasaan bagi non-muslim.

Bagaimana mengompromikan hadis-hadis yang kandungannya saling berbeda, antara mendoakan petunjuk dan mendoakan kebinasaan bagi non-muslim? Ibnu Hajar menjelaskan,

كان [صلى الله عليه وسلم] تارة يدعو عليهم وتارة يدعو لهم، فالحالة الأولى: حيث تشتد شوكتهم ويكثر أذاهم كما تقدم في الأحاديث التي قبل هذا بباب، والحالة الثانية: حيث تؤمن غائلتهم ويرجى تألفهم كما في قصة دوس

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terkadang mendoakan kebinasaan bagi non-muslim dan terkadang mendoakan kebaikan bagi mereka. Kondisi pertama dilakukan ketika permusuhan mereka menguat dan intensitas gangguan mereka meningkat seperti yang ditunjukkan dalam hadis-hadis di bab sebelumnya. Sedangkan kondisi kedua dilakukan ketika aman dari ancaman mereka dan dalam rangka melunakkan hati mereka agar menerima Islam seperti yang diceritakan dalam kisah kabilah Daus” (Fath al-Baariy 6/108).

Baca Juga: Kapan Menyebut “Kafir” dan Kapan Menyebut “Non-Muslim”

Kondisi keempat: mendoakan agar memperoleh kebaikan dunia

Ulama berbeda pendapat perihal hukum mendoakan  kebaikan dunia bagi non-muslim yang tidak memerangi dan menyakiti kaum muslimin. Sebagian ulama membolehkan dan di antara dalil mereka adalah hadis Uqbah bin Amir Radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّهُ مَرَّ بِرَجُلٍ هَيْئَتُهُ هَيْئَةُ مُسْلِمٍ، فَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ: إِنَّهُ نَصْرَانِيٌّ! فَقَامَ عُقْبَةُ فَتَبِعَهُ حَتَّى أَدْرَكَهُ. فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك

“Dia pernah berpapasan dengan orang yang berpenampilan seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, Uqbah pun menjawabnya dengan ucapan, ‘wa ’alaika wa rahmatullah wa barakaatuh’ (semoga keselamatan juga tercurah kepadamu, serta rahmat dan juga berkah dari Allah). Pelayan Uqbah lalu memberitahu, ‘Dia itu seorang Nasrani’ Uqbah pun beranjak mengejar orang itu, hingga ia mendapatkannya, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk orang beriman. Akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, memperbanyak harta dan anakmu’” (HR. al-Bukhari dalam al-adab al-Mufrad 1/625. Dinilai hasan oleh al-Albani).

Hadis ini merupakan dalil terkuat yang membolehkan mendoakan kebaikan duniawi bagi non-muslim karena jelas indikasinya. Ulama yang mendukung pendapat ini membolehkan jika terdapat sebab yang nyata seperti keinginan untuk menarik hati dan memotivasi mereka agar memeluk Islam.

Sedangkan sebagian ulama melarang mendoakan kebaikan duniawi bagi non-muslim, seperti mendoakan kesehatan dan kelanggengan, karena dengan begitu mereka akan tetap konsisten berada di atas kekufuran. Selain itu, meningkatnya kesejahteraan mereka termasuk faktor yang membantu mereka untuk tetap berada di atas kesesatan, serta menambah kekuatan mereka dalam menghadapi kaum muslimin (Tabyiin al-Haqaaiq 6/30, al-Bahr ar-Raaiq 8/232).

Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa ditarik dari artikel ini dan artikel sebelumnya adalah:

1. Tidak boleh mendoakan rahmat dan ampunan bagi non-muslim yang telah wafat. Ulama bersepakat dalam hal ini.

2. Terdapat sejumlah perkataan ulama yang membolehkan untuk mendoakan rahmat dan ampunan pada non-muslim yang masih hidup. Doa itu dimaknai agar sebab yang mendatangkan rahmat dan ampunan bagi non-muslim itu terpenuhi. Namun, lebih utama adalah mendoakannya agar mendapatkan petunjuk sebagai upaya menghindari perdebatan dan perselisihan pendapat antar ulama.

3. Boleh mendoakan petunjuk bagi orang kafir secara umum. Lebih ditekankan dan diutamakan apabila non-muslim itu tidak memusuhi dan menyakiti kaum muslimin.

4. Mendoakan keburukan bagi non-muslim diperbolehkan ketika permusuhan mereka menguat dan intensitas gangguan mereka meningkat kepada kaum muslimin.

5. Boleh mendoakan kebaikan dunia bagi non-muslim karena adanya sebab yang nyata seperti untuk melunakkan hati dan memotivasi agar mereka mau memeluk agama Islam. Atau mendoakan kebaikan dunia karena alasan kekerabatan dan kebaikan mereka.

Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahu ta’ala a’lam.

Baca Juga:

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim


Artikel asli: https://muslim.or.id/60169-hukum-mendoakan-non-muslim-bag-2.html